My idea is not for sale or rent but can use by permission <<==>> Ide saya tidak di jual atau di sewakan, tapi dapat di pakai dengan seizin saya

Selasa, 14 April 2009

INDONESIA BERSATU, SAMPAI KAPAN?

Setiap yang dilahirkan, akan beranjak remaja, dewasa dan kemudian mati. Itu lah fenomena kehidupan. Indonesia sudah berusia 63 tahun, jika diukur dengan umur manusia, sudah diambang senja. Apakah demikian pula yang akan terjadi? Jika Anda bilang tidak demikian, lantas kenapa rakyat Indonesia masih dibalut oleh kemiskinan? Berapa lama lagi akan tercapai kemakmuran yang kita dambakan? Mungkin tidak berlebihan jika saya katakan, perlahan tapi pasti, kita sedang merangkak menuju titik dimana kita akan terpecah belah. Mari kita coba telaah dengan seksama agar hal itu dapat difahami.
Pada tahun 2000 yang lalu, berhimpun ratusan mahasiswa yang sedang studi di Luar Negeri, mengadakan suatu perhelatan besar di Negeri Belanda. Mereka melaksanakan seminar tentang Indonesia. Seakan-akan mereka melihat Indonesia berjalan kearah yang salah, atau tersesat. Hasilnya sungguh mengejutkan, 25 tahun lagi Indonesia akan cerai berai. Begitu kesimpulan mereka. Saat saya cerna apa yang tertuang dalam media massa tentang hasil seminar mereka itu, saya terhenyak. Benarkah ? Itu lah pertanyaan yang muncul, baik saat saya menganalisa informasi tersebut, maupun mungkin saat Anda membaca tulisan saya ini. Sepertinya, prakiraan mereka adalah dengan membandingkan situasi kekinian dengan arah yang diinginkan sudah tidak relevan lagi. 25 tahun lagi sejak mereka seminar, berarti mereka meramalkan Indonesia bakal bubar sekitar tahun 2025. Bayangkanlah....
Kita semua, mungkin tidak menyadari bahwa benih-benih perpecahan sudah tersemai dimana-mana diseluruh Indonesia. Ketika saya di Jakarta, kawan-kawan selalu menyajikan cerita yang memojokkan Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi, Irian Jaya dan lain-lain. Saya tidak tahu kenapa kawan-kawan menyajikan cerita yang bersifat “Prasangka dan Diskriminasi” itu. Misalnya, untuk Aceh ; Mereka bertanya : Apa beda Aceh dan Jakarta? Jawabannya : Di Aceh banyak sungai sedikit jembatan, sedangkan di Jakarta banyak jembatan sedikit sungai. (Di Jakarta banyak jembatan untuk menyeberang jalan, maksudnya). Untuk Sulawesi; Kenapa orang Sulawesi bisa memasak dimana-mana, sedangkan orang Jawa hanya bisa memasak dirumah saja? Jawabannya : Pisau dapur orang Jawa hanya ada di dapur, sedangkan orang sulawesi dibawanya kemapun ia pergi. (Orang Sulawesi adatnya memang membawa pisau kecil/badik bersamanya. Kawan saya dari Sulawesi hampir semuanya membawa badik yang diselipkan dalam kaus kaki sepatunya). Untuk Sumatera Utara; Seorang kontraktor, membangun sebuah gedung yang hampir rampung di Medan. Didatangi oleh sekelompok orang yang berpakaian gagah. “Pembangunan gedung ini harus dihentikan karena kalian belum bayar pajak,” katanya. Sang kontraktor masuk kebedengnya sebentar dan keluar lagi dengan segepok kertas tanda bukti semua persyaratan sudah dipenuhinya. “Tidak bisa,” kata orang itu lagi, “kaliar belum bayar Pajak Preman,” katanya. (Maksudnya belum bayar upeti kepada para preman diwilayah gedung itu dibangun). Masih banyak lagi cerita serupa itu untuk kawan-kawan di Kalimantan, Mataram dan Irian Jaya. Semuanya menggambarkan bahwa yang bicara dan lawan bicaranya tidak sama-sama Indonesia. Rupanya, jika itu hanya sekedar cerita, kini sudah tumbuh subur menjadi PENYEBAB yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup Indonesia.
Perlu di catat, bahwa hal pertama penyebab Indonesia cerai berai adalah ketidak-adilan sosial dan Ekonomi. Presiden Kita sudah 5 orang, tak ada seorangpun yang mampu memakmurkan Indonesia sehingga kita tidak perlu lagi jadi TKI. Presiden mana yang pernah berfikir untuk tahun pertama menjabat akan melaksanakan program memakmurkan rakyat di Sumatera, tahun kedua akan memakmurkan rakyat Kalimantan dan Sulawesi, tahun ketiga akan memakmurkan rakyat Mataram dan tahun terakhir memakmurkan rakyat Irian Jaya? Atau lebih sederhananya begini, semua menteri Negara dibagi dalam empat kelompok, masing-masing kelompok digilirkan untuk memakmurkan rakyat di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, Mataram dan Irian Jaya. Jika Hal itu terlaksana, mungkin kesejahteraan rakyat tidak akan terpuruk seperti sekarang ini. Ini cara berfikir orang awam, tentu ada metode yang lebih efektif jika ditangan para ahli, bukan? Pasti Rakyat diluar pulau jawa tidak akan melihat ketidak adilan, terbenam dalam lumpur kemiskinan yang tak bertepi. Dibidang sosial pun begitu. Keadaan sudah merembet sangat jauh tanpa disadari. Lihat saja pada “Program Trans TV bagi-bagi hadiah TV”. 365 buah hadiah TV yang dibagikan, hanya berapa buah saja yang dibagikan keluar pulau Jawa. Lihat juga pada “Hadiah Telkomsel Point”. Hampir saja tidak ada yang pemenangnya diluar Pulau Jawa. Begitu juga yang lainnya, Anda tentu lebih banyak tahu dari pada saya. Alasan bagi mereka tentu mempertimbangkan yang lebih ekonomis, namun mereka tidak tahu atau tidak peduli andilnya itu makin meminggirkan Rakyat diluar Pulau Jawa. Saya pernah berharap untuk melihat laporan mudik Lebaran di Sulawesi atau Kalimantan, sekedar ingin melihat terminal Bis saja, tapi harapan saya itu entah kapan akan terkabul. Semua Televisi di Negeri ini lebih suka menyorot padatnya arus lalu lintas Pantai Utara atau Jalur Selatan Pulau Jawa. Mereka semua seakan-akan sepakat bahwa yang namanya Indonesia adalah Pulau Jawa. Semua yang mereka lakukan itu mungkin sedang menggiring kita supaya cerai berai. Hampir seluruh Pulau Jawa jalan raya sudah bagus, malah banyak jalan Tol akan dibangun. Di Jakarta, jalan layang sudah berlapis tiga tingkat. Sayang sekali, Jalan Trans Sumatera, Trans Kalimantan, Trans Sulawesi dan Trans Irian Jaya sangat menyedihkan.
Hal kedua yang jadi penyebab Indonesia cerai berai adalah karena di DPR tidak ada wakil rakyat, sebab mereka sebenarnya adalah Wakil Partai, meski dia dipilih oleh rakyat. Maka jangan heran, jika janji semasa kampanye tinggal janji, kenyataannya hanya mimpi. Maka jangan heran pula jika ada yang menjadikan RUU sebagai proyek memperkaya diri dan kelompoknya seperti yang terjadi untuk Daerah Riau baru-baru ini. Malahan DPR-RI memutuskan hal yang bertentangan dengan pendapat Anggota yang berasal dari daerah yang bersangkutan. Bukan kah ini menunjukkan Anggota DPR-RI itu bukan wakil rakyat secara nyata, tapi adalah wakil dari Partai yang mencalonkan mereka? Saya yakin, jika boleh dipilih Calon anggota DPR Independen (bukan calon dari Partai) maka rakyat akan ramai-ramai memberikan suara pilihannya pada calon independen itu. Lihat saja pemilihan Gubernur dan Bupati di Aceh, 80 % yang menang adalah calon independen. Tanda apakah itu, jika bukan tanda kita akan cerai berai?
Hal ketiga yang jadi penyebabnya adalah pemborosan. Jika sebuah proyek berharga 2 milyar, maka anggarannya mestilah 3,5 milyar. Jika tidak demikian maka proyek itu tidak bakal jadi. Apa tidak bisa dihemat? Jawabnya : “M-u-s-t-a-h-i-l”. Kenapa mustahil? Karena ada siluman yang mesti –tidak boleh tidak - ikut menikmati dana proyek itu. Malah bukan hanya boros soal uang, tapi boros dalam segala bidang. Tanya mereka yang PNS. Mau naik gaji berkala, lampir kan fotocopy SK 5 jenis. Mau naik pangkat, lampirkan lagi yang 5 jenis itu. Naik berkala lagi, lampirkan lagi fotocopy yang sama, naik pangkat lagi dan seterusnya. Bayangkan jika Propinsi punya PNS satu juta orang. Berapa juta lembar fotocopy yang tertimbun tiap departemen-nya? Usia Negeri ini sudah 63 tahun, hitunglah berapa milyar lembar fotocopy yang terhimpun ditiap Propinsi di Indonesia. Dan ini membuka peluang yang tidak mungkin itu, menjadi mungkin saja. Misalnya, ada yang terkena sanksi tidak boleh naik pangkat, dengan cara itu menjadi mungkin saja yang bersangkutan itu naik pangkat. Malah yang sudah pensiun atau sudah meninggal pun masih mendapatkan gaji penuh seperti belum pensiun atau belum meninggal.
Hal keempat adalah Premanisme. Preman yang saya maksud adalah preman yang terhormat, berdasi dan punya kantor. Terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, sendiri-sendiri maupun yang terorganisir. Hidup nya sarat dengan pungli. Ada yang berkaitan dengan Surat-surat penting, dengan Imigrasi, pajak dan bea cukai, perizinan, Asuransi, hukum, pokoknya semua bagian yang berhubungan dengan layanan publik dan bahkan juga sudah masuk kedalam ranah pendidikan. Misalnya, agar diterima sekolah tertentu, dapat ijazah gelar tententu, dan seterusnya. Sudah menjadi rahasia umum, meski bantahan sering dimuat di Media Massa. Celakanya malah jika urusan premanisme ini terkait antar dua propinsi atau lebih, sekedar contoh adalah tertahannya bantuan luar Negeri untuk Aceh di Bea Cukai Sumatera Utara seperti yang terjadi baru-baru ini. Premanisme disini tidak peduli apapun dampak yang terjadi akibat tingkahnya.
Hal kelima adalah Peraturan dan Hukum. Sudah kasat mata bahwa Peraturan dan Hukum dapat dihargai dengan sejumlah uang. Mulai yang kecil sampai yang besar-besar. Yang kecil semisal pelanggaran peraturan lalu lintas, yang besar pula semisal aliran dana BLBI dan aliran dana BI ke DPR-RI. Di Negeri Kita, Peraturan dan Hukum itu hanya menjadi alat Prasangka dan Diskriminasi. Karena “suatu prasangka” maka boleh saja izin tidak diberikan, karena begitu lah aturan mainnya. Karena “tidak senang/Diskriminasi” maka boleh saja permohonan tidak diterima. Jika sudah demikian, kapan Irian Jaya bisa berkembang? Kapan Kalimantan bisa meraih kemajuan? Jangan menyangka Irian Jaya atau Kalimantan tidak menyadari atau tidak terfikir yang seperti itu. Benih-benih perpecahan itu sebaiknya tidak dibiarkan tumbuh subur, tidak dipoles dengan alasan yang sengaja di Ilmiahkan. Kenapa tidak diberantas benih perpecahan itu dengan “kenyataan” yang riil?
Saya teringat, dulu Pak Amien Rais pernah menggagas agar Indonesia jadi Negara Federasi saja supaya kemakmuran rakyat cepat terwujud. Memang gagasan itu sangat bagus, tapi menurut saya, gagasan beliau itu sudah terlalu jauh. Masih ada banyak jalan lain, selain jalan federasi itu perlu di tempuh. Misalnya saja. Buang jauh-jauh “Prasangka dan diskriminasi” dari semua Departemen “Kabinet” yang dibentuk. Jika “Kabinet” sudah bersih dari “Prasangka dan Diskriminasi”, berikan penghasilan yang wajar untuk Polisi dan Hakim. Beri hukuman berat untuk kesalahan Polisi dan Hakim. Hukuman tingkat sedang misalnya “Pecat”, dan hukuman berat adalah “Hukuman seumur hidup atau hukuman mati”. Polisi yang diluar kantor haruslah berpakaian preman, agar penjahat itu dapat tertangkap tangan. Polisi mestilah tahu tentang Peraturan dan Perundang-undangan, agar tidak ragu-ragu jika mendapati hal-hal yang menyalahi ditengah-tengah masyarakat. Serahkan perekrutan Polisi dan Hakim itu pada sebuah Komisi Independen yang dibentuk untuk tujuan itu. Atur supaya TNI tidak lagi berseliweran dijalan dengan baju seragamnya, seperti di Malaysia, misalnya.
Aceh yang tercatat sudah dua kali memberontak itu sudah cukup untuk menjadi bahan kajian dan pelajaran, apa yang sedang berlangsung dalam diri masyarakat Indonesia ini. Rasanya, jika rakyat dapat mengecap kemakmuran yang diharapkan, RMS dan OPM itu tidak akan populer lagi alias akan padam dengan sendirinya. Dan yang lebih penting lagi, hasil seminar mahasiswa serantau di Negeri Belanda itu tidak akan pernah menjadi kenyataan. Setuju?

Baca lanjutan......

Minggu, 08 Maret 2009

CANTIK TANPA KOSMETIK, KENAPA TIDAK?

Beauty is hungered all women. Cantik, adalah harapan dan dambaan setiap wanita. Apalagi jika bisa cantik selamanya, selama hayat dikandung badan. Itu sebabnya, hampir sepertiga belanjaan wanita adalah tergolong barang untuk memelihara kecantikan. Tapi nampaknya tak seorang wanita pun puas dengan apa yang diperolehnya. Segala macam upaya dilakukan hanya untuk tampil lebih cantik. Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan untuk meraih keuntungan besar dalam produksi barang-barang yang menunjang wanita mendapatkan impiannya.
Terkait dengan kecantikan, dewasa ini kita melihat banyak polemik tentang jilbab, seakan-akan jilbab itu adalah barang yang aneh dan ganjil, atau sesuatu yang tak layak digunakan karena menyembunyikan kecantikan. Memang, dalam kitab suci Al-Qur’an hanya dua kali disebutkan tentang jilbab. Pertama dalam surat An Nur ayat 31 dan kedua dalam surat Al Ahzab ayat 59. Dan itu sudah cukup untuk menyatakan bahwa jilbab itu hukumnya wajib digunakan oleh wanita yang beriman.
Allah meninggikan derajat orang yang berilmu daripada orang yang hanya beramal tanpa ilmu pengetahuan. Banyak orang menyangka bahwa dengan akalnya bisa menjelaskan segala rahasia yang terkandung dibalik suatu permasalahan, terutama yang terkait dengan keimanan. Padahal akal kita tanpa bimbingan ilmu tidak ada artinya sedikitpun. Marilah kita kupas lebih jauh rahasia apa yang ada dibalik perintah memakai jilbab itu. Sehingga tidak ada lagi diantara kita yang mengatakan belum siap untuk berjilbab, dan seabrek alasan lainnya untuk menangkis kewajiban berbusana muslimah itu.
Sebenarnya, pengetahuan ini saya dapat sekitar tahun 1985, setelah saya membaca dalam majalah Reader’s Digest. Seorang wanita Sarjana Ahli Kecantikan beragama kristen (saya lupa nama beliau), berasal dari Paris, sangat ingin menohok kaum Muslimin dengan penelitian Ilmiah. Dia terkejut ketika mengetahui dalam Al Qur’an ada perintah memakai jilbab, yang menurut dia, menghalang atau menutup kecantikan wanita. Kecantikan itu alamiah, kenapa harus disembunyikan? Tuhan orang Islam itu aneh, menurut pikirannya, kok soal seperti itu diatur dalam kitab suci?
Disusunlah sebuah proposal untuk penelitian. Gerejapun mendukung pendanaannya. Penelitian itu untuk membuktikan bahwa Allah itu salah, terutama terkait dengan perintah memakai jilbab. Tidak tanggung-tanggung, penelitian itu memakan biaya yang cukup besar dan memerlukan waktu hampir lima tahun lamanya. Yang diteliti adalah para wanita yang ada didunia, tidak peduli agama, baik yang berjilbab maupun yang tidak, yang berada didaerah dingin maupun didaerah gurun pasir yang panas. Benar-benar penelitian yang serius.
Hasilnya? Bahwa ditubuh kita ternyata ada bagian yang sangat sensitif (sensitive area), yang apabila bagian itu terjaga dengan baik maka akan baik pula lah bagian yang lainnya. Daerah yang sensitif itu ada diseputar pipi, telinga, tengkuk, leher dan dada (dari puting susu keatas). Dan perlu digaris bawahi, daerah itulah yang diwajibkan menutupnya dengan jilbab.
Saya seling sedikit dengan pengalaman awam, jika anda merasa kedinginan (karena berada dilingkungan hawa dingin, misalnya), anda hanya perlu menutup leher dan telinga dengan kain yang sedikit tebal, itu sudah cukup untuk melawan dinginnya udara. Ini membuktikan bahwa daerah sensitif untuk hawa dingin itu ada di seputar leher dan telinga.
Rupanya, Allah menginginkan agar wanita itu tetap cantik sepanjang hayatnya. Maka diperintah-Nya menutup daerah sensitif itu dengan berjilbab. Jadi bukanlah jilbab yang tren masa kini, membalut kepala dan memasukkannya kedalam baju. Karena dengan mode yang tren masa kini daerah yang sensitif sebagian masih terbuka.
Dikatakan daerah sensitif (sensitive area), karena daerah itu tidak boleh terkena cahaya matahari, angin dan debu. Seperti diketahui bahwa cahaya matahari (Sinar Ultra Violet) itu sangat merusak kulit. Jika kulit, terutama kulit wajah, sering terkena Sinar Ultra Violet yang ada dalam sinar matahari, dia akan mengalami gangguan pigmentasi, berbintik hitam dan meluas hingga lama-lama kulit wajah menjadi kehitaman yang melebar sehingga wajah cantik itu menjadi jelek sekali.
Sedangkan debu, tentu saja terdiri dari bermacam partikel, itu sangat berbahaya bagi pori-pori dan kulit. Kulit menjadi kasar, pori-pori juga membesar sehingga persis kulit jeruk. Pada hal semua wanita menginginkan kulit yang halus lagi lembut.
Kulit adalah pancaindera perasa, dengan seringnya diterpa angin maka sensitivitasnya tentu akan menurun. Ini barangkali yang sulit ditangkap pengertiannya. Saya coba menjelaskannya seperti ini. Saat anda tertidur nyenyak, suami pulang dan mendapati semuanya sudah tertidur pulas. Dia ingin membangunkan anda, tapi anak-anak jangan sampai terjaga, caranya cukup dengan menghembus perlahan ditengkuk, maka anda pun akan terjaga dengan segera. Artinya, sensitifitas kulit itu sangat diperlukan dalam keharmonisan hidup berumah tangga.
Kulit cepat keriput, mata berkantong, pigmentasi kulit wajah, wajah menjadi kasar dan jelek, kulit badan menjadi kasar dan keras, itu adalah karena tidak tertutupnya wilayah sensitif itu dengan baik dan benar sebagaimana yang diperintahkan Allah. “Ulurkanlah jilbab penutup auratmu hingga ke dada”, demikian yang diperintahkan.
Membalut kepala seperti buah kelapa, hukumnya menjadi haram. Supaya jelas, haram itu ada dua kategori, yakni haram lahir dan haram bathin. Haram lahir, yakni apa yang ada didalam nampak dilihat dari luar, kainnya sangat tipis hingga hampir transparant. Sedangkan haram bathin, kainnya tebal, tapi bentuk yang didalam terbungkus persis seperti aslinya ketika dilihat dari luar. Jilbab yang benar, tidak terlihat leher yang jenjang atau tidak, rambut yang banyak atau sedikit, dan seterusnya. Jangan hanya menghindar dari haram lahir, dengan memakai pakaian tebal atau tidak tembus pandang. Tapi hindari jugalah dari haram bathin, yakni tidak membungkus erat ketat, sehingga ketahuan kecil atau besar yang terbungkus, montok atau tidak, dan setertusnya.
Jika mungkin anda masih tidak percaya tentang manfaat berjilbab, anda boleh mengujinya. Cobalah anda pakai jilbab yang benar terus menerus tidak lepas-lepas (dilepaskan hanya waktu mau shalat dan tidur saja) selama 45 hari, maka wajah anda akan nampak berbeda dengan sebelumnya. Tanyalah pada orang lain, apa penampilan wajah anda sama sebelum dan sesudah berjilbab?
Itu akan membuktikan bahwa rahasia dibalik perintah memakai jilbab itu adalah agar wanita itu tetap cantik sepanjang hayatnya, agar suami tetap mencintai isterinya yang cantik secara alami. Dan seterusnya membuktikan bahwa kecantikan itu tidak perlu dipoles dengan berbagai ragam make-up mahal yang lebih banyak tidak terbukti. Make-up untuk tetap cantik itu cukup membasuh muka dengan air bersih 5 kali dalam sehari semalam. Jika anda tidak shalat, ya basuh saja muka anda itu pagi-pagi, tengah hari, sore, magrib dan sebelum tidur, itu sudah cukup. Dan untuk melindungi dari terpaan Sinar Ultra Violet, angin dan debu itu, pakailah jilbab. Sederhana sekali, kan? Mengapa membuang uang yang cukup banyak hanya untuk tampil cantik? Itu mungkin karena anda menjadi korban iklan. Jika Anda punya pengetahuan, tentu tidak akan berbuat seperti itu.
Padahal, banyak penelitian membuktikan bahwa make-up itu sangat berbahaya, hanya saja muncul dampak akibatnya dalam waktu yang relatif lama, sehingga banyak yang tidak menyadarinya. Sadar sesudah semuanya terlambat, nasi sudah menjadi bubur. Lihat saja pengumuman Menteri Kesehatan RI, lebih dari 70 jenis make-up dinyatakan berbahaya dan terlarang. Tapi siapa yang peduli? Tetap saja ada peminatnya.
Ternyata penelitian yang cukup mahal dan lama itu tadi, membawa si Peneliti yang Ahli Kecantikan, itu mengucap dua kalimah syahadah, alias masuk Islam. Konsekwensinya tentu saja dibenci dan dimusuhi oleh Gereja dan jemaat Kristen. Beliau tidak peduli, karena penelitiannya itu telah menuntunnya mendapatkan Nur Ilahi. Nur kebenaran. Allah telah menuntun beliau menuju jalan yang diridhai-Nya.
Jika demikian, apakah alasan anda untuk tidak memakai jilbab itu atas dasar Ilmu Pengetahuan atau hanya sekedar alasan yang dibuat-buat? Lantas, apakah membalut kepala tren masa kini termasuk dalam kelompok berjilbab atau tidak? Akhirnya, anda ingin tetap cantik alami atau tidak? The choice is Your. Beauty not be basted outside, but emerge from within. Aren’t you?
Baca lanjutan......

Senin, 16 Februari 2009

GILA HORMAT KAH ANDA?

Gila hormat diam-diam kini sudah merajalela. Tidak disadari itu adalah sebuah kelainan, penyakit kejiwaan. Merasa diri lebih tinggi derajatnya dari orang lain, yang dalam bahasa kesehatan disebut waham. Tapi bukan penyakit menular, penyakit ini hanya dimiliki oleh orang yang mengerti arti sebuah harapan dan keinginan untuk dihormati. Dalam konteks penyakit jiwa disebut waham, tapi dalam kancah sosial (Patologi sosial) disebut dengan Gila hormat.

Jangan-jangan Anda dan saya juga termasuk dalam golongan ini. Benarkah?
Gail W. Stuart mengatakan : “Waham adalah keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial”. Jadi, semua keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan, termasuk dalam kelompok waham.
Mungkin yang kita perkirakan selama ini penderita penyakit waham, adalah mereka yang sudah mesti mendapat perawatan di Rumah Sakit Jiwa. Itu memang benar, sebab penyakitnya itu sudah memasuki tahapan yang membahayakan diri dan kesehatannya. Tapi sadarkah kita, bahwa penyakit waham atau gila hormat pada dekade terakhir ini sudah melanda segala lapisan masyarakat, mulai dari tingkat awam hingga tingkat Elit?
Seorang pimpinan ditingkat Provinsi misalnya, berhasil mempromosikan suatu jabatan kepada bawahannya. Tadinya bawahannya itu memegang jabatan yang hampir tak berarti ditingkat kabupaten, kini dilantik untuk menduduki jabatan eselon ditingkat Provinsi.
Lalu ia bertanya kepada bawahannya itu disuatu kesempatan, “Ada kamu melakukan sujud syukur?”. Spontan bawahannya itu menjawab :”Tidak”. Alasannya, “jika berhasil mendapat Haji Mabrur memang mesti ‘sujud syukur’, tapi jika mendapat amanah dan tanggung jawab yang lebih besar, seharusnya mawas diri”. Para Sahabat Rasul ketika dibai’at menjadi Khalifah bukannya melakukan sujud syukur, tapi malah mengucap : “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” (=Sesungguhnya kita datang dari Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya).
Lihat lah, betapa menonjolnya rasa gila hormat dalam episode diatas. Dan tentunya hal serupa itu dewasa ini sudah dianggap hal yang lumrah saja. Kenapa? Karena, itu tadi, penyakit ini sudah melanda segala lapisan masyarakat, dari tingkat awam hingga para Elit.
Oleh sebab itu jangan heran jika ada yang bertanya : “Adakah kamu sujud syukur” ketika Anda ternyata lulus menjadi PNS, diterima menjadi pegawai BUMN, dan lain sebagainya, meski kelulusan itu berkat katebelecenya. HAMKA, dalam bukunya “Tasauf Modern” mengatakan bahwa Sujud syukur itu semestinya dilakukan karena mendapat suatu rahmat. Lantas menjadi PNS, menjadi pegawai BUMN, mendapat jabatan yang lebih tinggi itu suatu rahmat ataukah suatu tanggung jawab?
Jika anda sependapat dengan mereka yang naik jabatan juga harus sujud syukur, berarti anda termasuk kelompok yang sombong, alias gila hormat. Ingatlah, ketika Allah ingin memberikan Amanah (tanggung jawab) kepada makhluknya, semuanya menolak, kecuali manusia. Manusia itu menerima amanah itu karena sifatnya yang sombong.
Dikalangan awam, gila hormat itu sangat kentara. Sebab, segala tingkah polahnya mengarah ke “Biar dia kenal siapa saya”. Jadi, lagak lagunya tentu saja seruduk sana seruduk sini, tidak peduli benar-salah, baik-buruk, enak-tak enak. Meski persoalannya sederhana saja, tiba pada beliau ini bisa menjadi besar dan rumit. Otomatis orang menaruh hormat padanya. Jika tidak menghormatinya, bisa-bisa mendapat masalah dibelakang hari. Jadi untuk lebih aman, hormatilah dia.
Nah, ini yang paling rumit. Dikalangan Elit. Dalam kelompok ini tidak mudah terdeteksi, terutama oleh orang banyak. Tapi bukan berarti memang tidak terdeteksi, masalahnya hanya terletak pada siapa yang menyadari dan siapa pula yang tidak.
Para Elit pun ada yang berbuat seperti ini : “Biar dia kenal dengan saya, jangan seenak perutnya saja menyepelekan saya”. Ada-ada saja permasalahan yang seharusnya tidak ada menjadi muncul dan menghambat proses kerja. Tapi jika kita pandai mengelus dan mengangkat telor, semua urusan termasuk yang mustahil pun menjadi lancar saja. Hal ini ada yang nyata-nyata, dan ada pula yang diam-diam. Sebab itu lah maka hanya diketahui oleh kelompok yang terbatas jumlahnya.
Ada lagi yang mungkin tidak menyadarinya, atau mungkin sekedar terikut tren masa kini. Yakni mereka yang sengaja memasang gelar yang banyak diseputar namanya. Realitas sosial, yang dimintakan selalu gelar yang terakhir, tapi pada kenyataannya semua gelar yang didapat dengan sah atau tidah sah itu dicantumkan semuanya. Sebagai contoh : Prof. Dr. Ir. H. Hananan, SKp. MKes. MAppSc. DNSc.
Dari contoh diatas, Ir dan SKp adalah gelar Strata-1. MKes dan MAppSc adalah gelar Strata-2. Dr dan DNSc adalah gelar Strata-3. Profesor adalah gelar kehormatan akademis. Sedangkan H adalah gelar tidak sah yang dicantumkan sesudah menunaikan Ibadah Haji. Sebetulnya sederhana saja : Prof. Hananan, DNSc. Itu saja sudah cukup untuk menunjukkan siapa dia.
Tapi karena dilanda penyakit, ketika gelar berderet itu dituliskan mengapit namanya, lantas ditandatangani saja diatasnya. Seharusnya dia merasa sedikit sungkan dengan amanah yang besar yang terkandung dalam gelar yang banyak itu.
Ada seorang yang saya kenal, Sarjana Pendidikan dengan gelar SPd. Ketika selesai menunaikan Ibadah Haji, dia marah-marah. Pasalnya karena didepan namanya diletakkan huruf H. yang bermakna Haji. “Haji itu bukan gelar, dan saya naik haji itu bukan mencari gelar tapi mencari Ridha Allah,” katanya. “Jika ingin memberi gelar juga, sekalian tulis SSPZH. Saya tidak mau hanya H saja.” Katanya menambahkan. (SSPZH = Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji). Logikanya, dia melaksanakan kelima rukun Islam itu, kok hanya rukun yang ke 5 saja diberi gelar? Dan hingga hari ini, gelar Haji itu tidak mau digunakannya.
Lagi pula, gelar H. itu tidak sah. Lembaga atau institusi mana yang berhak menabalkan gelar itu pada seseorang yang selesai menunaikan Ibadah Haji? Tidak ada satu lembaga pun yang berhak memberikan gelar tersebut. Ini lah salah satu penyakit yang bernama waham. Juga ini membuktikan bahwa penyakit ini sudah melanda semua kalangan.
Relitas sosial, gelar itu diberikan secara sah oleh sebuah institusi. Juga gelar S-2 itu dapat diperoleh setelah menyelesaikan S-1. Demikian juga dengan gelar S-3, baru didapat setelah menyelesaikan S-2, dan seterusnya. Jadi tidak perlu menyebut gelar S-1 S-2 dan S-3 sekaligus. Misalnya : Abdul Hana, PhD. Realitasnya, gelar PhD itu baru didapat setelah menyelesaikan Strata-1 dan Strata-2. Kecuali memang kita menyukai penyakit yang bernama waham itu.
Suatu ketika Rasul keluar menuju pasar. Dilihatnya para sahabat berkumpul dengan orang banyak menyaksikan sesuatu. Rasul bertanya apa yang mereka lihat. Para sahabat menjawab bahwa ada orang gila sedang mengamuk. Rasul berkata : “Itu bukan orang gila, tapi orang yang sedang mendapat musibah dari Allah.” Para sahabat terkejut, lantas bertanya : “Lalu bagaimana yang sesungguhnya gila, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Orang gila adalah yang berjalan diatas muka bumi ini dengan penuh kesombongan, angkuh dan takabur.”
Tidak banyak yang perlu dijelaskan dengan sabda rasul diatas. Coba saja renungkan, pantaskah kita berjalan diatas muka bumi ini dengan sombong? Apakah bumi ini milik kita? Apakah harta yang ada itu milik kita? Kita sebenarnya tidak punya apapun. Nyawa yang ada dibadan kita pun bukan milik kita, hanya barang pinjaman. Yang mungkin esok atau lusa akan kembali kepada pemilik yang sebenarnya. Lalu apa yang dapat kita sombongkan? Sudah tidak memiliki apapun, berlagak sombong pula, seakan-akan dia memiliki segala-galanya. Tidak kah yang demikian itu orang gila? Pikirkan lah.
Baca lanjutan......

Kamis, 05 Februari 2009

HAMIL TANPA KAWIN

(“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” QS.17:32.)
Zina, adalah hubungan sex tanpa nikah. Itu pengertian aslinya. Namun, jika diperdalam lagi, zina adalah hubungan berlainan jenis (tanpa ikatan pernikahan),
dimana lawan jenisnya timbul gejolak nafsu syahwatnya dengan sebab adanya perangsang. Pendek kata, aksi yang menimbulkan reaksi, yang terjadi pada seorang wanita dan seorang pria, yang belum menikah. Dengan demikian, seorang wanita yang memakai wewangian dengan maksud agar lelaki yang menghirup wewangian dari tubuhnya itu tertarik kepadanya, maka itu pun tergolong ber-zina. Begitu lah.
Sampai saat ini kasus Hamil diluar Nikah masih menjadi hal yang tabu di Indonesia, baik bagi yang beragama Islam maupun bukan. Sehingga kasus pengguguran kandungan, dilakukan secara diam-diam dan melanggar hukum, seperti yang diberitakan media massa belum lama ini, di Jakarta.
Sebenarnya, Hamil diluar Nikah dan Pengguguran Kandungan adalah bertautan sangat erat seperti dua sisi mata-uang. Dengan adanya kasus Hamil diluar Nikah maka Pengguguran Kandungan pun marak dimana-mana. Sebaliknya, dengan tersedianya Sarana Pengguguran Kandungan maka kasus Hamil diluar Nikah pun bermunculan. Tapi, jika sarana Pengguguran Kandungan tidak tersedia, atau bayarannya mahal, maka pilihannya adalah membuang janin yang tak dikehendaki itu. Itu makanya kita sering mendengar ada janin dibuang, disiarkan melalui media massa, baik janin itu masih bernafas atau sudah tak bernyawa lagi.
Titik paling krusial dalam masalah ini adalah : HAMIL YANG TAK DIKEHENDAKI. Pasangan itu ingin meneguk nikmatnya hubungan suami isteri, tapi tidak ingin hamil. Karena hamil sebelum menikah adalah zina, sebab itulah Tuhan melarang umatnya MENDEKATI zina seperti yang penulis nukilkan diawal tulisan diatas.
Mendekat saja tidak dibenarkan, apalagi berbuat zina, itu adalah perbuatan keji dan terkutuk. Mendekati zina adalah bergaul rapat wanita dengan pria, berdua-duaan ditempat yang sepi, berpegang-pegangan, raba-meraba, berciuman dan seterusnya, dan seterusnya. Ringkasnya, semua hal yang dapat mebangkitkan Nafsu Berahi tergolong perbuatan mendekati Zina.
Wanita adalah makhluk yang lemah, bukan dalam arti fisik. Dia lemah dalam pergulatan melawan nafsunya sendiri. Ketika nafsu sudah menggejolak, meski mulut mengucap kata “JANGAN” tapi tangannya sudah tak mampu lagi menolak pria yang menggerayangi tubuhnya. Kelemahan ini tentu saja dimanfaatkan dengan baik oleh pacarnya, yang sejak awal memang berniat ingin menikmati, sebelum hal itu dibolehkan (menikah).
Hanya sebagian kecil pria yang mau bertanggung jawab, menikahinya sesudah ternyata dia hamil, namun lebih banyak pula yang tidak mau. Berbagai alasan muncul untuk menghindarinya. Lebih aman lagi jika minggat entah kemana. Tinggal si Wanita menanggung derita lahir bathin. Malah ada yang nekat menggugurkan jabang bayi dari kandungan, meski nyawa sendiri jadi taruhannya. Dewasa ini nampaknya sudah lebih ekstrim, membuang jabang bayi itu biar dipelihara orang lain. Atau lebih ekstrim lagi, membunuh jabang bayi yang tak berdosa itu, lalu dibuang.
Sudah dilakukan berbagai upaya untuk mencegah hal itu agar jangan terulang, namun belum memperlihatkan hasil seperti yang diharapkan. Keimanan saja masih dapat dikalahkan oleh gejolak nafsu yang digelorakan syetan itu. Maka Tuhan berfirman : “Jangan mendekati zina.” Sebab, jika mendekatinya, syetan pasti menang dalam menjerumuskan kita ke “Jalan yang keji dan buruk” itu.
Suatu ketika pada tahun 1984, di Jakarta, heboh dengan kejadian yang tak masuk akal. Ceritanya begini; Seorang Ustaz yang namanya begitu harum dalam masyarakat, tiba-tiba tersentak dengan keadaan Putrinya yang ketahuan Hamil, sebab belum menikah. Dunia ini rasa berputar sangat kencang dihadapannya. Berita yang, bagai mendengar halilintar disiang bolong. Dia langsung pulang menjumpai Putrinya, mau disembelih putrinya itu, baru puas rasanya. Darahnya mendidih. Ternyata putrinya bersumpah dengan nama Allah bahwa dia tidak pernah berzina dengan siapapun. Mendengar sumpah dengan membawa Asma Allah, sang Ustaz baru terfikir kemungkinan-kemungkinan lain.
Mungkin anaknya menderita suatu penyakit, atau pun boleh jadi terkena sejenis sihir. Lantas langkah pertama yang dilakukannya adalah memeriksakan anaknya pada bidan di dekat tempat tinggalnya. Bidan itu menyatakan bahwa anaknya positif hamil, dengan usia kandungannya sekitar 14 minggu. Sang Ustaz tidak dapat menerimanya begitu saja. Atas saran kawannya, dua hari setelah itu, putrinya itu dibawa ke dokter ahli kandungan. Dan hasilnya? Keperawanan anaknya masih utuh, tidak ada tanda-tanda selaput kegadisannya robek. Positif hamil dengan usia kandungannya 13 minggu.
Pak Kiyai kita ini tambah pusing tujuh keliling. Anaknya bersumpah tidak berzina, terbukti dengan keperawanannya yang masih utuh. Tapi bagaimana mungkin anaknya positif hamil? Adalah tidak masuk akal, tidak berzina, tapi bisa hamil. Setan mana pula yang menyetubuhi putrinya sehingga bisa hamil? Tapi itu lebih mustahil lagi, mana mungkin disetubuhi setan bisa hamil. Setan itu berbeda dengan jenis manusia. Atas dasar pemikiran itulah sang Kiyai itu bertanya kesana kemari untuk mendapatkan jawabannya yang masuk akal.
Akhirnya sampailah persoalanya ke seorang Profesor dibidang ini. Kata beliau, jawaban yang masuk akal ada pada putrinya sendiri. Maka dibawalah putrinya itu menghadap dihari yang dijanjikan. Saat wawancara itu terjadi, sang Ustaz tidak mendengarnya karena dia disuruh tunggu diluar, wawancara itu berlangsung lebih dari 2 jam. Sementara sang Ustaz gelisah sendiri penuh tanda tanya.
Ketika Ustaz tersebut dipanggil masuk, terlihat anaknya menelungkupkan muka dimeja sambil sesungguk berkali-kali karena habis menangis. Dia bertanya, “kenapa menangis?”, Putrinya bukan menjawab tapi malah bertambah keras tangisnya. Professor menyuruhnya diam, sementara dia akan bicara dengan sang ayah. Barulah suara tangis itu mereda, walau muka masih menelungkup.
“Begini Pak Ustaz”, demikian profesor itu memulai pembicaraan. “Saya mohon Bapak mendengarkan saja dengan cermat dan penuh kebijakan, ya?”, lanjut profesor itu. “Insya Allah sayapun berharap dapat bersikap demikian, maka saya datang kemari”, jawab Ustaz pula.
“Dalam Islam, orang yang melakukan kesalahan/pelanggaran akan bebas dari dosa, termasuk Bapak dan Putri Bapak, jika :
1. Tidak tahu-menahu sampai dia dapat Ilmu/Pengetahuan tentang hal itu. Bayi tidak berdosa jika melakukan kesalahan sampai dia faham bahwa itu salah, hingga dia akhil-baligh yakni sudah mimpi basah atau berusia 14/15 tahun.
2. Tertidur, hingga saat dia terjaga.
3. Mabuk, hingga saat hilang mabuknya.
4. Gila, hingga sembuh dari gilanya.
Dalam hal ini, Bapak dan Putri Bapak masuk dalam kategori pertama, yakni tidak tahu-menahu sampai mendapat Ilmu Pengetahuan tentang hal itu. Maka sekarang ini saya ingin memberikan Pengetahuan kepada Bapak dan Putri Bapak, semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.”
“Sebenarnya,” kata profesor itu melanjutkan sambil menarik nafas. “Anak Bapak ini punya pacar, karena segan lah maka mereka pacaran diam-diam tanpa sepengetahuan Bapak dan Ibu, sudah setahun lamanya. Disuatu minggu, saat Bapak pergi kerumah mertua bersama Ibu, pacarnya datang kerumah. Mereka pacaran hanya dirumah saja, tidak kemana-mana, karena dia sangat patuh sama Bapak....”. Bicara Profesor itu terpotong dengan ledak tangis si Putri. Setelah beberapa saat ia terdiam, profesor meneruskan lagi : “Mereka tidak berzina, menurut putri Bapak. Mereka hanya berpelukan, berciuman dan berguling-guling dilantai. Saat itulah Sperma pacarnya itu tumpah, tepat diatas (maaf) celana dalam Putri Bapak. Karena kecapaian, mereka pun Akhirnya tertidur, dua jam lebih menurut pengakuannya.”
“Pengertian awam, berzina itu adalah berhubungan sex. Dengan demikian (hubungan sex) baru seseorang menjadi hamil. Padahal, sebenarnya hamil itu bukan karena hubungan sex, tapi karena bertemunya Sperma laki-laki dengan Sel Telur pada wanita. Jadi, dalam kasus ini, tanpa sepengetahuan Putri Bapak, Sperma itu menembus kain celana dalamnya, dan kemudian bertemu dengan sel telur, maka terjadilah kehamilan tanpa mengganggu selaput daranya. Jika Bapak fikir Putri Bapak salah, maka pertama sekali Bapak harus menyalahkan diri sendiri. Sebab, Putri Bapak tidak mengerti, bagaimana zina itu sesungguhnya, dan sangkanya tidak mungkin hamil tanpa berhubungan sex. Pengetahuannya itu sebatas apa yang Bapak ketahui dan sampaikan kepadanya.”
Pembicaraan profesor terputus, sang Putri Meledak lagi tangisnya sambil bersimpuh memeluk kaki orang tuanya, “ampunilah saya Pak, saya sekarang rela dibunuh sekalipun......,” kata anaknya berhiba. Sang Ustaz akhirnya tak bisa menahan tangisnya lagi. Kedua anak beranak itu berpelukan sambil bertangis-tangisan. Sang profesor pun terpana tak tahu mau bilang apa.
Maha benar Allah dengan Firmannya : “Dan janganlah kamu mendekati zina.” Karena siapa yang mendekat, pasti akan terjerumus kedalamnya. Pada bagian lain, Tuhan memerintahkan siapa yang tak kuat menahan gejolak nafsu, agar segera menikah. Jika tidak sanggup, maka hendaklah menahan diri (berpuasa).

Baca lanjutan......

Kamis, 29 Januari 2009

PENYAKIT JANGAN DICARI (II)

Mencegah adalah lebih murah dari mengobati. Kalimat tersebut sudah dibuktikan oleh banyak orang, termasuk orang yang paling awam atau paling bodoh sekali pun. Mungkin ada sebagian kita yang tidak faham, coba saja fikirkan, berapakah harga sebuah kelambu untuk tidur? Itu untuk mencegah digigit nyamuk ketika kita lelap tertidur. Tetapi ketika kita terkena penyakit malaria akibat tidur tidak memakai kelambu, berapakah biaya yang perlu kita keluarkan agar kita kembali sehat? Mungkin biaya yang diperlukan sebanding dengan 1000 kelambu. Lantas, bukankan lebih murah mencegah dari mengobati?
Ada dua kelompok orang yang perlu membaca tulisan saya ini. Kelompok yang pertama adalah orang bodoh (hanya sekolah sekedar pandai menulis dan membaca). Kelompok ini saya mohon agar Anda sendiri yang menyampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami mereka. Kelompok yang kedua adalah yang tidak tahu (tak berpengetahuan tentang hal ini). Anda mungkin termasuk dalam kelompok yang kedua, sebab, jika bodoh tentu tidak membuka blogspot saya ini di internet, kan?
Kali ini saya ingin mengajak Anda membedah perkara makan. Sebab perkara ini tanpa kita sadari mungkin sudah mulai menggerogoti jiwa raga kita. Saya teringat sewaktu dosen saya dulu sedang menyampaikan kuliah tentang seluk-beluk distribusi makanan, dimana ada daerah dengan penyakit kurang gizi tertentu, berbeda dengan daerah-daerah lain. Masing-masing daerah punya kriteria yang khas penduduknya kurang gizi zat makanan tertentu. Sebab ada daerah penghasil sawit, penghasil salak, penghasil jeruk, penghasil beras dan sebagainya. Seorang kawan bertanya : ”Sebenarnya makan dengan gizi lengkap itu kapan sebaiknya, pagi, siang atau saat makan malam?” Pertanyaan ini menyebabkan kami harus membentuk kelompok diskusi dan merumuskan jawabannya.
Makanan sebenarnya sangat penting diperhatikan, karena fungsi makanan selain untuk pertumbuhan badan bagi mereka yang tergolong usia 19 tahun kebawah, untuk mengganti sel yang rusak atau sudah tak berguna lagi serta yang paling penting adalah untuk sumber tenaga agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Nah, coba renungkan sejenak. Misalkan kita sarapan pagi jam 6, makan siang jam 1 siang, dan makan malam jam 8 malam. Praktis selang antara sarapan pagi dan makan siang ada 7 jam, demikian pula antara makan siang dan makan malam ada selang 7 jam pula.
Ibarat mobil, setelah menempuh perjalanan selama 7 jam kita isi bahan bakar, selang 7 jam kemudian kita isi bahan bakar lagi. Demikian itulah yang kita lakukan terhadap tubuh kita agar kita dapat melaksanakan kegiatan kita sehari-hari. Betul kah apa yang kita lakukan itu? Apa yang kita perkirakan benar tadinya, ternyata salah. Dimana dan apa gerangan yang salah? Karena kita tidak menghitung perputaran sehari semalam ada 24 jam lamanya. Seharusnya, jika memang kita makan 3 kali sehari, berarti kita harus makan setiap kali berlalunya waktu 8 jam. Jika makan pagi jam 6 pagi, maka makan siang jam 2 siang dan makan malam tentulah pada jam 10 malam. Demikian itu baru benar. Lantas siapa yang begitu memperhatikan waktu makan seperti itu? Ini lah masalahnya.
Orang berfikir, mungkin Anda juga, sesudah makan malam kita sudah beristirahat alias tidur. Tentu tidak perlu mengisi makanan (katakanlah bahan bakar). Benarkah ? Sebab, memang kita beristirahat dengan mata terpejam dan kita malah tak sadarkan diri lagi. Tapi tubuh tak pernah beristirahat. Bayangkan apa yang terjadi jika paru-paru kita ikut beristirahat, jantung kita ikut istirahat, dan otak kita yang mengendalikan saraf juga ikut istirahat. Bukankah tubuh kita akan segera dikebumikan alias masuk kubur? Itu bermakna tubuh kita terus bekerja menjalankan fungsinya masing-masing sementara kita tertidur lelap. Dan itu berarti untuk mendukung pekerjaan tubuh masih diperlukan sumber tenaga alias bahan bakar. Jika makan malam kita jam 7 malam dan sarapan pagi jam 6 maka itu berarti apa yang kita makan selepas magrib akan dipergunakan untuk bahan bakar selama 11 Jam. Bukan main...!! Jika Anda tidak peduli, benar-benar mencari penyakit ini namanya.
Yang perlu diketahui adalah, saat kita bangun pagi hari, kadar gula dalam darah sudah rendah sekali, Hb darah sudah rendah, bahan tenaga sudah terkuras habis. Jika Anda bersekolah, kuliah atau bekerja dengan analisa tenaga otak, tanpa sarapan pagi berarti sama persis seperti radio atau senter yang kehabisan baterei. Bagai mana mungkin pekerjaan Anda akan beres? Jika Anda kuliah, bagai mana memahami pelajaran dalam situasi seperti itu? Apa yang nampak dengan senter habis baterei?
Dengan kata lain, Anda harus makan malam sebanyak tiga kali lipat makan siang. Jika Anda lakukan seperti itu, memang sudah benar, tapi kegiatan anda selanjutnya sehabis makan adalah tidur. Sebab otak kita sudah terfokus hanya untuk menggiling makanan yang banyak itu, sehingga kegiatan apapun atau sepenting apapun tidak bisa lagi karena mata sudah diserang kantuk. Jika Anda masih ada kegiatan selesai makan malam, maka terpaksa makan seperti makan siang alias biasa saja. Justru karena itu, giliran sarapan pagi menjadi sangat penting mendapat perhatian Anda.
Sarapan pagi menjadi sangat penting, karena beberapa alasan. Pertama karena kita tidak mungkin makan malam sebanyak tiga kali lipat makan siang. Kedua karena kita perlu melakukan kegiatan lagi sesudah makan malam, apakah itu santai bersama keluarga, berkunjung kerumah teman, membaca majalah atau pelajaran, dan lain sebagainya kegiatan dalam bermasyarakat. Ketiga, karena kadar gula darah, Hb darah dan bahan tenaga perlu segera distabilkan. Dengan ketiga alasan tersebut, rasanya tidak perlu dijelaskan secara ilmiah pun kita sudah dapat menyimpulkan bahwa SARAPAN PAGI itu maha penting, itu jika kita tidak termasuk kelompok yang mencari penyakit untuk diri sendiri, kan?
Jika Anda menganggap itu tidak penting, berarti Anda akan terus menerus menggunakan senter kurang baterei seperti yang disebutkan diatas. Bagai mana mungkin kerja kita akan terus menerus oke, bagaimana mungkin pelajaran kita akan terus menerus oke, dan seterusnya. Fikirkan lah itu. Jadi bukan anak yang kurang pandai, dan bukan pekerjaannya yang tak sesuai, tapi sarapan-paginya yang tak oke, segelas teh pahit dan sepotong kue, mana cukup ! Apa lagi jika sama sekali tidak sarapan !!
Apa yang terjadi jika tidak sarapan pagi? Sekilas sudah terjawab bahwa kita dalam keadaan persis seperti senter kehabisan baterei. Senter memang menyala, tentu dengan sinar yang remang-remang antara ada dan tiada. Maka jangan heran jika baru pukul 9 ada yang menguap dikelas. Belajar dalam keadaan ogah-ogahan. 25% dari mereka yang menguap dikelas memang kurang tidur, tapi sebagian besar tidak sempat sarapan pagi. Tentu saja mereka yang tidak sarapan pagi harus berjuang keras untuk dapat memahami sesuatu pelajaran yang sedikit rumit seperti matematik dan sejenisnya. Sebaliknya, 80% dari mahasiswa yang pandai ternyata selalu sarapan pagi.
Jika Anda mendapati ada mahasiswa yang tumbang ketika upacara sedang berlangsung, tanyakanlah, sudah berapa lama mereka tidak sarapan pagi. Jawabannya pasti akan mengejutkan Anda. Antara 6 bulan hingga 2 tahun yang sudah berlalu. Jika sudah demikian, tanyakanlah pada petugas kesehatan terdekat, apa pula efek lanjutannya. Pasti akan membuat Anda ngeri sendiri. Betapa tidak, lanjutannya akan sangat beragam. Mulai dari Penyakit Tekanan Darah Rendah atau pun Darah Tinggi, Sakit Kepala, Migrain (sakit kepala sebelah), Jantungan, Susah Tidur, Suka pusing hingga pitam, Penyakit Gula (kencing manis atau darah manis), Stroke, Lumpuh, dan berbagai penyakit yang tidak jelas penyebabnya. Penyakit itu akan muncul pada usia 30 tahun keatas, sehingga tak seorang pun menyadari bahwa awalnya adalah karena tidak SARAPAN PAGI, padahal begitu penting sarapan sesudah bangun pagi atau sebelum memulai kegiatan harian.
Jelaslah bahwa sarapan pagi itu harus dengan gizi yang lengkap dan cukup. Bagi mereka yang tinggal dilingkungan kota yang sibuk, muncul masalah lain, yakni keburu waktu alias tidak sempat lagi untuk sarapan. Tapi tak usah kuatir, ada solusinya agar mereka yang diburu waktu pun punya jalan keluar untuk bisa sarapan dengan benar. Maafkan saya, sebab saya tidak ingin mengiklankan produk perusahaan tertentu dalam tulisan saya ini. Tapi jelas itu ada. Ada yang berbentuk makanan ringan yang dapat dikunyah sambil menyetir mobil dijalanan, ada yang berbentuk makanan yang dimakan bersama minum teh atau kopi dan ada pula yang diseduh atau diaduk dengan air hangat ketika tiba dikantor atau dikantin sekolah. Yang pasti adalah, jika ada kemauan pasti ada jalan, begitu kata pepatah yang termasyhur.
Sebuah petunjuk barangkali, perlu anda perhatikan komposisi produk yang anda gunakan untuk sarapan pagi itu. Makin lengkap komposisinya tentu harganyapun makin mahal, itu pasti. Biasanya produk itu dikemas dalam kemasan yang tahan beberapa lama disimpan, sebab sekali kita beli mungkin untuk sarapan kita selama seminggu atau sebulan, baru perlu stok yang baru. Sedikit petunjuk lagi, makanan serupa itu biasanya dipasarkan melalui Multi Level Marketing (MLM) sehingga jika Anda memerlukannya pertama sekali perlu bertanya kesana kemari. Biarlah, yang penting sadarlah, jangan mencari penyakit yang anda sendiri tidak menghendakinya. Usaha kan lah.
Baca lanjutan......

Sabtu, 10 Januari 2009

PENYAKIT JANGAN DICARI

Wahê syedara taingat keudroe – Bek ta tiek duroe bak jalan raya – Han teupêh bak jak teupêh bak ta woe – Bek peunyakêt ta bloe utang ta peu na. (Nasihat orang tua dalam bahasa Aceh, artinya secara bebas = Wahai saudara ingat lah sendiri – jangan meletakkan duri di jalan raya – tidak terkena saat pergi nanti terkena saat kita pulang – Jangan penyakit dibeli hutang dibuat/diadakan). Begitulah orang tua memperingatkan sanak saudara saat mereka menanjak remaja atau saat mereka ingin merantau.Kiranya nasihat itu masih relevan hingga sekarang. Coba saja renungkan, jika seseorang bermaksud jahat dengan meletakkan duri dijalan agar orang lain terkena duri tersebut. Tentu yang meletakkannya sendiri bakal lupa dengan apa yang diperbuatnya, maka sudah pasti suatu saat duri itu akan mengenai dirinya sendiri, kan? Itulah tamsilan yang sarat makna.
Nah, dalam kehidupan sekarang ini dimana pengaruh dunia global melanda, banyak diantara kita yang lupa memelihara diri sendiri. Dalam bahasa yang paling umum, banyak diantara kita yang SENGAJA MENCARI-CARI PENYAKIT ! Mencari penyakit disini boleh diartikan dengan arti kiasan maupun dalam arti yang sebenarnya.
Dalam hal ini saya ingin membawa anda melihat yang sebenarnya, bukan yang kiasan. Artinya melihat ulah perbuatan kita yang berujung kita sendiri menderita gangguan kesehatan tanpa disadari. Kenapa? Hal itu dapat saja terjadi karena kita kurang pengetahuan. Kita yakin dan percaya bahwa orang yang berilmu (berpengetahuan) itu derajatnya lebih tinggi dari orang yang bekerja (beramal). Dalam Agama (Islam) jelas dan tegas dinyatakan demikian.
Penyakit Maag misalnya. Kita semua, termasuk yang paling bodoh sekali pun, tahu bahwa ditubuh kita tidak ada mesin giling makanan. Kita hanya tahu bahwa tinja kita adalah bahan sisa yang sudah lumat, tidak sama lagi seperti apa yang kita masukkan (makan). Lalu siapa yang menggiling makanan itu sampai hancur lumat? Menggiling lumat itu adalah tugas dari cairan atau getah lambung. Getah lambung adalah bahan bernama HCl (Asam Clorida). Jenis dan sifatnya sama persis seperti Air Keras untuk diisi di aki (Motor/Mobil). Asam keras itu dapat menghancurkan apa saja, malah kulit terluka jika terkena dengan bahan itu. Bahan serupa itu lah yang berada dalam lambung kita. Lalu kenapa lambung kita tidak hancur kena bahan itu? Itu karena terdapat lapisan pelindung berupa Lendir yang kental padat. Karena sering lambung tidak berisi, maka getah lambung itu menghancurkan lapisan Lendir ini. Lama kelamaan, lapisan lendir ini habis maka lambung pun terluka. Mulai lah terasa perih ketika waktu makan terlewati dengan kekosongan.
Peringatan pertama, mungkin kita melihat tinja kita terikut lendir itu. Karena tidak tahu, terbiarkan saja. Kemudian, mungkin kita melihat tinja kita berubah warna menjadi coklat kehitaman, itu tanda lambung sudah mulai berdarah. Darah terkena bahan asam akan berwarna kehitaman. Selanjutnya mulai mengeluh sakit maag.
Kenapa membuat diri sendiri menderita? Caranya, tingkatkan disiplin. Atur sendiri jam makan, dan kemudian konsekwen dengan aturan itu, sebab getah lambung sangat disiplin mengikuti jadwal yang telah kita buat. Lihat di bulan puasa. Kita atur jam makan, magrib (berbuka) dan jam 4 pagi (sahur). Hanya dua hari yang kacau, hari ke tiga getah lambung itu akan mematuhi jadwal baru itu. Sering kita dalam situasi yang sulit, misalnya dalam perjalanan, tiba ditempat makan mungkin 1 jam lagi. Dalam situasi yang demikian, kita bisa mengisi dengan makan apa saja asal perut tidak kosong. Makan roti, makan ubi, makan kue dan lain sebagainya. Jangan biarkan perut kosong sementara jadwal makan hampir berlalu.
Terkait dengan puasa, jika ada yang mengatakan tak sanggup atau tak kuat berpuasa, itu adalah bohong. Karena jika memang umat ini tak kuat mengamalkannya, pasti Tuhan tidak akan mewajibkan pada makhluknya. Mari kita lihat kebenaran. Kita misalkan makan sahur itu pukul 4 pagi. Tiga jam kemudian makanan kita sudah teraduk-aduk bercampur dengan asam lambung, orang kesehatan bilang bahan itu sudah bernama CHIMUS. Chimus ini akan meninggalkan lambung paling lama dalam waktu 4 jam. Artinya, jam 4 + 3 + 4 = 11. Kita akan benar-benar berpuasa dimulai dari jam 11 siang. Dan berbuka jam 6 sore. Persisnya kita berpuasa sehari cuma 7 jam. Lalu siapa yang tak sanggup? Pada hari yang biasa, kita makan pagi jam 7, makan siang jam 13, maknanya puasa 6 jam, kan? Lalu kenapa tidak sanggup hanya bertambah satu jam saja lagi? Bohong, kan?
Kembali ke pokok soal. Jika sudah sakit maag bagaimana? Tetap harus mengatur jadwal makan dan disiplin dengan jadwal itu. Tentu saja harus makan makanan yang lembut untuk tidak memberatkan kerja pencernaan. Bagaimana dengan obat sakit maag? Obat maag itu tidak satu pun menyembuhkan sakit maag. Obat maag itu kerjanya hanya menetralkan asam lambung. Artinya, obat itu hanya membuat kadar asam dari getah lambung itu menurun, tidak bersifat keras lagi. Karena asam lambung itu tidak asam keras lagi maka perlu makanan yang lembut, jika tidak, akan keluar lagi dalam tinja seperti aslinya.
Untuk tiba pada kelompok penderita maag itu, tidak sehari dua, tapi berbulan-bulan. Sampai lendir pelindung itu habis terkikis sedikit demi sedikit. Artinya, penderita maag itu adalah orang yang tidak disiplin terhadap dirinya sendiri. Dia mengisi perut kapan saja sesuka hatinya, tidak peduli dengan getah lambungnya yang sangat disiplin. Getah lambung itu tetap keluar pada waktunya menjalankan tugas menggiling makanan, jika kosong maka dilumatkan saja apa yang ada, lendir pelindung pun terkikis.
Jika sudah terlanjur, untuk sembuh kembali seperti sediakala, sangat tergantung kepada usia dan makanan yang kita makan. Makin lanjut usia seseorang maka makin lama pula sembuhnya. Demikian pula bahan makanan yang kita makan, dengan banyak makan makanan yang bervariasi, tentu saja yang bergizi, makin cepat penyembuhan itu. Yang perlu dihindari adalah makanan yang banyak serat kasarnya, seperti Nenas, Nangka sayur, Kangkung, Ketan, sayur pakis dan sebagainya.
Perlu diketahui bahwa yang membuat jadi sembuh adalah tubuh kita sendiri dengan memproduksi lendir pelindung itu kembali. Makanya jaga gizi makanan yang kita makan, oke?
Baca lanjutan......

Kamis, 25 Desember 2008

AKURASI MEDIS NEGERI JIRAN

Membaca judul diatas dalam sebuah majalah edisi Juni 2006, saya berharap menemukan jawaban mengapa demikian, atau mana yang mempumyai nilai plus dalam skala perbandingan kita dengan jiran. Namun saya kecele, karena kontribotor majalah tersebut tidak bermaksud memaparkan hal yang bersifat kontroversial sebab mungkin dia sedang menghindari pariwara yang tak perlu. Sayang sekali karena kontributor majalah itu tidak mau menulis seperti apa adanya. Sifat ke-wartawanan-nya ternyata telah hilang. “Qulil haqqu walau kana muran” ternyata menjadi kalimat yang tak lagi bermakna baginya.

Sebetulnya, yang namanya “medis” dibelahan dunia manapun tetap sama saja. Tapi – ada tetapinya - mengutip iklan suatu media cetak : SEMUA PENA ITU SAMA SAJA, YANG MEMBEDAKAN ADALAH TANGAN-TANGAN PIAWAI YANG MEMAINKANNYA. Kita semua tahu, semua orang membeli pena untuk menulis, tak ada yang mebuatnya sendiri sehingga tulisannya khas pena buatan sendiri, kan? Lantas, apa yang menyebabkan terjadi perbedaan yang begitu menyolok antara medis Indonesia dengan medis negara jiran? Oleh para pakar akan dijawab cukup ilmiah : “Banyak faktor yang perlu dikaji dan diteliti untuk mendapat jawabannya”. Saya jadi teringat kata-kata salah satu dosen saya dulu, drh. David Napitupulu yang selalu mengatakan begini :”Jangan menjerumuskan diri dengan FAKTOR-FAKTOR, jujur saja bahwa hanya ada SATU FAKTOR, tidak ada faktor-faktor”. Beliau memberi contoh begini : Kenapa Bis Kota di Jakarta penuh sesak? Kenapa di Mataram terjadi kelaparan? Kenapa air laut merangsek jauh kedarat dibumi Pulau Jawa? Kenapa di Sumatera Utara banyak preman? Dan masih banyak lagi pertanyan serupa itu, yang oleh pakar selalu dijawab dengan “banyak faktor” yang mempengaruhinya. Beliau menegaskan bahwa tidak ada faktor-faktor, yang ada hanya satu faktor saja, yakni “pertambahan penduduk yang tak seimbang dengan kesejahterannya”. Nah...... Faktor apa pula yang menyebabkan medis negeri jiran itu menjadi lebih akurat? Lebih disenangi dan lebih memuaskan pasiennya?

Dalam kaitan dengan akurasi medis negeri jiran seperti yang disinggung diatas, saya ingin membawa anda menelusuri sebuah rumor yang berkembang, dalam anekdot berikut : Dua orang dokter yang bersekolah di Jerman, mengambil spesialis yang sama, juga di Jerman. Setelah mereka lulus dengan predikat yang sama, mereka pulang kampung. Yang satu ke Malaysia (A) dan yang satu lagi (B) ke Indonesia. Lima tahun kemudian B datang berkunjung ketempat A. Terjadi dialog begini :

B : Mana rumah mu?

A : Salah satu dari rumah panjang itu.

B : Salah satu petak dari rumah itu? Bukankah itu rumah untuk kakitangan (pegawai) kerajaan?

A : Rumah itu milik saya sendiri yang saya bayar dengan jerih payah saya.

B : Mana kereta (mobil) mu?

A : (menunjuk mobil proton terbaru yang terparkir didepan rumah tanpa garasi)

B : Hanya satu? Lalu keluargamu pakai kereta mana?

A : Ini kereta keluarga, saya diantar jemput oleh kereta Hospital (rumah sakit).

B : Apakah semua ini membuat mu hidup senang dan bahagia?

A : Insya Allah, saya dibayar 6.000 ringgit (Rp.15.000.000) tiap dua pekan.

B : Hebat, tapi .....

Lantas sebulan kemudian A datang berkunjung ketempat B :

A : Mana rumah mu?

B : (menunjuk rumah gedung yang berdiri megah bagai istana).

A : Milikmu kah itu?

B : So pasti lah. (Jawaban dengan rasa bangga).

A : Mana kereta (mobil) mu?

B : (dengan bangga menunjukkan 4 mobil mewah yang ada dalam garasi).

A : Kamu pasti senang dan bahagia dengan semua ini, berapa bayaran (gaji) mu?

A : Gajiku lebih 2.000.000 rupiah (800 ringgit) tiap bulan. Tapi penghasilan diluar gaji lebih besar lagi, yakni lebih 100.000.000 rupiah (40.000 ringgit).

B : dalam hati (O... dia korupsi rupanya, pantas banyak hartanya).

Nah, rumor itu terserah anda percaya atau tidak, juga terserah anda untuk menafsirkan makna yang tersirat didalamnya. Begitulah gambaran kehidupan yang dijalani dokter kita pada umumnya. Pasien adalah sumber rezeki baginya, tidak segan-segan meminta bayaran yang mahal pada pasien yang dilayaninya. Meski terkadang layanan yang diberikan hanya sekedar menuliskan resep saja pada selembar kertas kecil tanpa pemeriksaan langsung terhadap pasien. Dan lebih tragis lagi, dokter tidak merasa bertangung jawab jika pasien meninggal dalam layanannya, sebab bukankah umur pasien itu tidak ditangan dokter? Malah dokter tidak merasa bersalah jika ternyata obat yang diberikannya itu tidak menyembuhkan pasien, sebab dokter hanya berusaha, yang menyembuhkan itu Tuhan. Kalaupun obat itu menyebabkan penyakitnya lebih parah, keracunan atau malah meninggal dunia, memang ajal pasien itu sudah tiba. Apa kuasa manusia untuk menolaknya? Dokter itu kan manusia biasa juga? Begitulah kilah sang dokter yang seenaknya menyalahkan Tuhan.

Semestinya kontributor penulis artikel itu tidak melihat sepintas lalu, sedangkal orang melihat sambil berdarmawisata saja. Ada banyak pengalaman orang baik yang berhasil sembuh maupun yang tidak berhasil sembuh yang dapat dijadikan referensi, sehingga paling tidak akan menjadi gambaran yang cukup jelas kenapa medis negara jiran lebih akurat dari medis dinegara kita. Saya (penulis) cukup banyak mendengar langsung mereka yang pulang berobat dari negeri jiran itu, dan bahkan juga sudah pernah datang melihat dari dekat Hospital disana. Barang kali pengalaman pasien berikut ini dapat dijadikan referensi seperti yang diperlukan.

Seorang karyawan PT AAF, orang tuanya yang perempuan, sudah berusia lebih 80 tahun tiba-tiba sakit keras. Dokter puskesmas yang dipangil kerumah mengatakan bahwa terjadi pengapuran ditulang belakangnya. Dokter itu pun memberikan obat untuk menolongnya. Orang sakit bukannya membaik, beberapa hari kemudian beliau mengeluh sakit dibagian perutnya. Penulis menyarankan agar pengobatan diarahkan pada tulang belakang, sebab ditulang belakang itu terdapat kumpulan saraf, jika benar pengapuran, itu menyebabkan saraf terjepit sehingga muncul penyakit lain diujung saraf yang terjepit itu. Tapi bagimana hal itu dapat dicerna oleh mereka? Jika pengapuran ditulang belakang kenapa yang sakit dibagian perut?. Karena itu dibawanya ke Rumah Sakit di Medan. Dokter mendiagnosa penyakitnya adalah “peradangan rahim”. Aneh bin ganjil sekali, bagaimana tidak aneh, logika awamnya begini : Suaminya telah lebih 20 tahun meninggal, kok tiba-tiba radang rahim? Dua mingu kemudian dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Ternyata tak lama kemudian terpaksa dilarikan kembali ke Medan. Kali ini diagnosanya adalah radang ginjal. Nampaknya, penyakit rahim pindah ke ginjal pula. Sepulang dari Medan terpaksa dilarikan pula ke Medan untuk yang ketiga kalinya dengan keluhan yang lain kerumah sakit yang berbeda lagi. Kali yang keempat dilarikan ke Rumah Sakit PMI Lhokseumawe karena beliau muntah berwarna kehitam-hitaman. Dokter mendiagnosanya sebagai luka pada lambung. Karena sudah empat kali berobat pada empat RS yang berbeda, mereka meminta pendapat pada salah satu dokter RS PMI Lhokseumawe itu untuk pertimbangan membawa berobat ke RS di negara jiran. Ini lah pendapat yang disampaikan oleh dokter itu : “Pasien ini sudah lanjut usia, kemanapun dibawa berobat hasilnya sama saja, tidak akan kembali sehat seperti sedia kala. Beliau telah uzur, ya paling-paling hanya bisa berjalan selangkah-selangkah, itu pun tidak bisa jauh. Masalah kedokteran di manapun tidak ada bedanya”. Mendengar saran dokter tersebut, keluarga pasien menjadi pasrah, pasrah menanti malaikat maut datang menjemput. Penulis memberi saran bahwa tidak ada salahnya mencoba. Cukup banyak pasien yang berhasil sembuh dinegara jiran dibandingkan yang gagal. Malah sepengetahuan penulis, pernah seorang isteri Kepala Dinas Kesehatan pun dibawa berobat kesana. Kepala Dinas Kesehatan (dokter), tentu paham betul RS di Aceh, di Medan bahkan di Jakarta sekalipun. Mengapa pilihan beliau ke negeri jiran? Atas saran dan keterangan penulis, akhirnya pasien tersebut dibuatkan paspor dan kemudian diterbangkan ke negeri jiran dengan pesawat terbang melalui bandara polonia Medan.

Ketika pasien (orang tua karyawan PT AAF) itu tiba dirumah sakit negara jiran, segera disambut dengan baik dan tanpa buang waktu segera diperiksa. Mereka melakukan anamnesa (wawancara) dengan pasien dan keluarga pasien dengan teliti. Kemudian segera dimasukan keruang Rontgent. Bagian demi bagian tubuh pasien dirontgent. Saat pasien diperiksa, tak seorangpun keluarga dibolehkan mendampingi. Ada 8 jam keluarganya menanti diruang tunggu, tanpa tahu apa yang harus diperbuat, juga tidak tahu yang sakit itu sedang diapakan. Ketika akhirnya dibawa ke ruang rawat-inap, kata dokter disana, ada pembengkakan diruas tulang belakang pasien. Esok pagi baru dapat diketahui apa penyakitnya yang sebenar. Apa yang dikatakan oleh dokter Indonesia, semuanya dibantah oleh dokter di negeri jiran itu. Mereka sama sekali tidak mau mengunakan hasil pemeriksan dokter Indonesia.Tidak ada kelainan apapun yang terlihat selain pembengkakan tulang belakang. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan Laboratorium terhadap kencing dan tinja. Juga tidak ada apa-apa ditemukan kelainan. Pada pemeriksan lainnya ditemukan adanya gejala kolesterol. Esoknya dokter memastikan bahwa penyakit beliau itu adalah TBC tulang, sudah menunjukkan adanya nanah. Pengobatan mulai difokuskan untuk TBC tulang belakang, tidak mungkin dilakukan pembedahan sebab beliau sudah berusia lanjut, maka hanya diberi obat minum saja dan itu perlu waktu yang panjang. Diperkirakan perlu waktu setahun lamanya dalam pengobatan itu.

Tahukah anda bagaimana pelayanan yang diberikan pada pasien? Keluarga pasien yang boleh menyertai pasien hanya seorang saja, karena pasien perempuan maka yang menjaganya juga harus perempuan, tidak dibenarkan yang laki-laki. Sebentar-sebentar perawat datang melihat dan memeriksa pasien itu, mencatat apa yang dilakukannya pada kertas laporan yang diletakkan dekat pasien. Setelah selesai diperiksa dan dilayani, perawat itu pergi. Datang perawat yang lain melanjutkan layanan dan mencatat lagi di laporan. Datang pula dokter tanpa didampingi perawat, dia melihat laporan, lalu memeriksa pasien dan memberi saran-saran yang perlu kepada pasien dan keluarga pasien. Perawat dan dokter datang bergiliran hampir berirama dalam tempo 15 atau 20 menit sekali.

Baik pasien maupun keluarganya, semuanya diberi pemahaman tentang penyakit yang diderita pasien, serta upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk menyembuhkannya. Dokter menerangkan bahwa pasien tidak perlu dirawat di Hospital berlama-lama, karena biayanya menjadi amat mahal, akan diberikan obat untuk diminum selama jangka waktu 4 bulan. Ketika sudah agak membaik keadannya sudah boleh pulang kerumah, ternyata hanya 4 hari saja menginap di Hospital. Nanti setelah 4 bulan harus kembali lagi untuk diperiksa ulang dan dilanjutkan pengobatannya. Pasien tersebut ternyata merasa sangat nyaman, keyakinan sembuh terlukis dalam senyumannya tiap saat ketika disapa Perawat atau Dokter. Dokter yang paling lama berbincang dengan pasien, Perawat lebih banyak aktif merawat pasien termasuk meminumkan obat dari pada berbincang. Sepertinya pasien yang dirawatnya sangat banyak dan bersifat istimewa. Begitulah tingkah polah perawat dan dokter terhadap pasien. Semua dokter dan perawat datang bergiliran secara berganti-ganti, sehingga keluarga pasien nyaris tidak diperlukan. Suatu keadaan yang sangat bertolak belakang dengan layanan Rumah Sakit di Indonesia. Dan hebatnya lagi, hanya satu dokter yang mengkoordinir apa yang pelu diperiksa dan obat apa yang perlu diberikan. Layanan perawat pun begitu, kegiatan yang dilakukannya terhadap pasien dicatatnya dalam laporan didekat pasien, sehingga perawat berikutnya yang datang sudah tahu apa yang sudah dan apa yang belum dilakukan terhadap pasien itu. Pasien benar-benar merasa istimewa dan sangat dipentingkan di Hospital itu.

Kini keluarga karyawan PT AAF itu telah kembali kerumahnya, melanjutkan minum obat hingga tiba waktu periksa ulang. Penulis sudah menanyakan beberapa hal tentang layanan yang diberikan. Malah dokter memberitahu pasien dan keluarga pasien apa yang mungkin terjadi setelah pulang dan upaya apa yang perlu dilakukan. Sebab itu, ketika terjadi pembengkakan pada tungkai bawah (kaki) pasien, keluarganya tidak merasa khawatir. Ternyata sehari kemudian pembengkakan itu menyusut kembali.

Pada pasien lain, ada pula pengalaman yang rada aneh. Seorang lelaki yang sudah bosan berobat di Indonesia sebab sudah menghabiskan uang yang cukup banyak ternyata tak berhasil disembuhkan. Ketika tiba dan diperiksa di Hospital negara jiran, juga tidak ditemukan penyebab yang pasti. Pemeriksan telah berjalan selama 3 hari, yang diberikan sebagai terapi (pengobatan) hanyalah vitamin-vitamin. Pada hari ke 4 baru ditemukan penyebab penyakitnya itu dan cukup mengejutkan. Ternyata penyebab penyakitnya itu adalah karena berhenti merokok sudah 3 tahun lamanya. Maka dokter menyarankan agar pasien tersebut merokok kembali. Ketika dia merokok kembali penyakit yang dikeluhkannya pun hilang.

Nah, kembali kepokok masalah. Jika medis tidak berbeda dibelahan dunia manapun, apa yang menyebabkan perbedaan yang begitu mencolok dalam hal akurasi medis Indonesia dan negara jiran itu? Hanya ada satu faktor yang menyebabkannya dan bukannya banyak faktor. Yakni faktor “manusianya”. Dokter dan Paramedis di Indonesia memiliki “praktek pribadi” sedangkan di negar jiran tidak. “Kemanusian” di negara jiran adalah milik pasien sedangkan di Indonesia milik Dokter dan Paramedis. Dokter dan Paramedis di Indonesia “lebih pandai” dari negara jiran maka tidak heran jika cukup dengan melihat dan meraba saja sudah dapat diketahui penyakit pasien dan sekali gus diketahui apa obatnya. Lebih tragis lagi, dokter dan paramedis negara jiran itu merasa “bertanggung jawab” sehingga tidak perlu “menyalahkan” Tuhan.

Memperbaiki faktor “manusia” dalam kancah medis indonesia, penulis ingin menyumbang saran agar “manusia sakit” benar-banar diperlakukan sebagai orang yang penting mendapat perhatian ketika ia dirawat di rumah sakit.

Langkah pertama adalah melepaskan rumah sakit sehingga menjadi lembaga independen yang bersifat “swasembada”. Untuk memulainya perlu didirikan Rumah Sakit percontohan yang sejak awal sudah diarahkan kesana. Rumah Sakit yang tidak tergantung dananya dari siapapun selain dari pasien yang dilayaninya, dan bukan hanya semata untuk mendapatkan keuntungan, tapi juga untuk pengembangannya, baik pengembangan sarana maupun sumberdaya manusianya. Artinya, dengan dana yang diperoleh dari perawatan pasien, Rumah sakit itu dikembangkan. Perawat yang berdedikasi tinggi dan berprestasi selain mendapat penghasilan lebih tinggi, juga didkirim untuk mengikuti pendidikan keperawatan yang lebih tinggi lagi yang terdapat di manca negara. Demikian pula Dokternya, jika menunjukkan prestasi yang cukup baik dalam pelayanannya, diberikan penghasilan lebih tinggi dan diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan spesialis yang diinginkannya yang kemudian hari berguna dirumah sakit tersebut. Baik Dokter maupun Paramedis, tidak dibenarkan membuka praktek pribadi karena sudah terikat kerja dengan rumah sakit tersebut. Dan untuk antisipasinya tentu saja penghasilan mereka mirip kalau tidak persis sama dengan mereka yang bekerja di Bank.

Singkatnya, rumah sakit itu adalah rumah sakit yang benar-benar membuat orang sakit menjadi “sangat penting” sehingga tidak sembarangan melayaninya, tidak membiarkan siapapun keluarganya melayani keperluan si sakit selain dari petugas rumah sakit. Tidak membiarkan siapapun datang menjenguk orang sakit secara berombongan seperti yang terlihat selama ini sehingga ada kalanya ruangan menjadi penuh sesak dengan pengunjung, apalagi jika yang sakit itu sangat disayangi oleh masyarakat.

Keadaan itu akan tetap demikian selama tidak ada upaya memperbaikinya serta yang bersangkutan tidak ingin diperbaiki. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum selama kaum itu sendiri tidak berupaya merobahnya. Cukup sederhana sekali bukan? Semoga tulisan ini bermanfaat.

Baca lanjutan......

Template by : kendhin x-template.blogspot.com